Obrolan tentang Catatan Lapangan/Field Notes - Wawancara dengan Michael HB Raditya
Date: 06/27/2025
Title: Podcast JET Episode 5 Catatan Lapangan Michael HB Raditya
00:00:09 Tito Ambyo
Halo dan selamat datang di podcast Jaringan Etnografi Terbuka, sebuah ruang diskusi dan belajar
tentang etnografi dan juga penjelajahan etnografi sebagai pendekatan yang terbuka dan kolaboratif.
Saya Tito Ambyo dari RMIT University di Narm Melbourne, Australia dan bersama kita akan menyelami
berbagai aspek etnografi. Dan di episode hari ini kita akan berbicara tentang catatan lapangan
atau field notes yang merupakan jantung dari etnografi. Tanpa field notes yang baik, berbagai
data yang kita kumpulkan hanya akan memberikan kita setengah dari cerita. Berbagai gestur,
tawa, keheningan, dan dinamika sosial yang tidak terekam semua itu sama pentingnya dengan
apa yang dikatakan secara verbal. Dan ada berbagai teknik untuk menulis berbagai hal yang
bisa kita alami ketika sedang melakukan penelitian etnografi. Episode hari ini menghadirkan
Michael H .B. Raditya atau Mikkel peneliti dangdut yang akan mengajak kita menyelami dunia
field notes dengan cara yang sangat praktis dan juga secara jujur.
00:01:16 Tito Ambyo
Mikkel tidak hanya berbagi teknik, tapi juga kerentanan dan berbagai perasaan yang mungkin
dialami oleh seorang etnografer. Dari rasa takut di hari pertama hingga rasa frustrasi ketika
ditolak oleh narasumber misalnya. Kita akan belajar tentang berbagai jenis catatan lapangan.
Ada yang namanya scratch notes misalnya untuk penulisan yang cepat, ada field notes untuk
pencatatan yang lebih sistematis, ada field diary untuk refleksi yang personal, dan juga
ada yang namanya head notes, yaitu akumulasi pengalaman yang tersimpan di kepala kita selama
penelitian. Mikkel juga akan mengajak kita mempertanyakan ortodoksi metodologi. Mengapa
kita harus selalu merujuk misalnya pada Malinowski atau Geertz? Mengapa tidak menciptakan
pendekatan etnografi yang lebih sesuai dengan konteks Indonesia? Episode ini adalah percakapan
tentang bagaimana menjadi etnografer yang tidak hanya kompeten secara teknis, tapi juga
reflektif dan inovatif dalam pendekatan metodologis. Selamat mendengarkan.
00:02:33 Michael HB Raditya
Boleh, boleh. Halo teman -teman. Isinkan saya belajar bersama teman -teman hari ini. Nama
saya Michael H .B. Raditya. Teman -teman bisa memanggil saya Michael, atau teman -teman di
Indonesia biasanya memanggilnya Mikkel. Saya sekarang tinggal di Narm, Melbourne. Lagi
menulis doktoral tentang dangdut.
00:02:56 Tito Ambyo
Sudah berapa lama tertarik tentang dangdut?
00:02:58 Michael HB Raditya
Kebetulan saya mulai menulis dangdut tahun 2011.
00:03:03 Tito Ambyo
Dan kenapa milih, sebelum kita ngobrol tentang etnografi, kenapa milih etnografi untuk meneliti
dangdut?
00:03:11 Michael HB Raditya
Itu menjadi pertanyaan yang sangat sulit dijawab, karena pada dasarnya jawabannya akan tunggal.
Karena saya kebetulan menepus studi di antropologi UKM, dan akhirnya saya bisa bilang, saya
tidak bisa bilang saya antropolog, saya bilangnya adalah saya terdidik secara antropologi,
dan terlatih melakukan etnografi.
00:03:31 Tito Ambyo
Jadi karena memang sudah punya pengalaman saja.
00:03:33 Michael HB Raditya
Betul, dan akhirnya ketika melakukan teknik atau metode yang lain, aku juga jadi kebingungan
dalam arti, karena sudah terkonstruksi kepalanya dengan cara, ketika ke lapangan apa yang
harus dilakukan, langkah -langkahnya bagaimana, itu yang akhirnya, mungkin bisa dibilang,
jadi zona nyamanku dalam melakukan penelitian.
00:03:55 Tito Ambyo
Yang sebenarnya berbahaya juga sebagai antropolog, kita kan harus terus menantang diri sendiri.
00:04:00 Michael HB Raditya
Betul, makanya disini aku mengambil waktu kelas metode, aku mengambil kelas digital metode.
Biar bisa mendebat dalam diri sendiri bahwa, apa ini yang terbaik? Tidak juga ternyata. Ternyata
semua metode itu bisa membongkar segala masalah, sesuai dengan konteks dan sesuai dengan
persoalannya, pertanyaannya.
00:04:22 Tito Ambyo
Dan ini menarik, karena memang kalau saya pikir, sering saya memilih etnografi mungkin karena
kepribadian saya juga. Mungkin kan ada juga orang yang belajar etnografi, tapi kayak, wah
kok tidak cocok nih? Itu mungkin kepribadian juga. Ya, saya bukan bilang tidak semua orang
bisa melakukan etnografi tentunya, tapi kadang -kadang itu juga, kan sudah nyaman, dan ini
saya suka nongkrong sama orang. Dan itu kekuatan etnografi, memberi kita kesempatan untuk
nongkrong. Betul.
00:04:51 Michael HB Raditya
Tapi pada awalnya, itu bisa jadi benar, tapi bisa jadi sebaliknya. Karena pada dasarnya dulu
ketika aku melakukan, pertama kali lakukan etnografi, di tahun 2007, waktu itu salah satu
program dari kampus, aku di hari pertama itu tidak berani keluar rumah.
00:05:06 Tito Ambyo
Takut, Mas.
00:05:08 Michael HB Raditya
Takut harus melakukan apa. Bingung aku melakukan apa. Sampai ya kayak, anak -anak pada umumnya,
anak -anak pada umumnya takut mau lakukan apa. Sampai bingung mau ngapain, dan akhirnya, seharian
itu tidak keluar rumah sama sekali. Karena takut. Pada dasarnya waktu itu saya meneliti tentang
pertanian, dan hari berikutnya saya memasakan diri untuk ikut bersama mereka. Dari situlah
mulai.
00:05:37 Tito Ambyo
Dan mulai terbiasa ya?
00:05:39 Michael HB Raditya
Terbiasa.
00:05:39 Tito Ambyo
Awalnya, waduh Mas, takut banget. Jadi ini bagus ya, untuk yang baru mulai etnografi. Kalau
misalnya takut, kalau misalnya malu, terus lakukan aja. Karena ini juga sebenarnya bukan
seni ya, tapi kan ada metodenya juga. Betul, betul. Oke mungkin untuk yang bisa membantu, itu
kan sebenarnya kalau kita punya kebiasaan mencatat dengan baik, misalnya etnografi, dan
ini topik yang mau kita bicarain ya, pencatatan lapangan atau field notes. Dan field notes
itu sesuatu yang digunakan banyak oleh antropolog, dan mungkin bahkan setiap antropolog
punya caranya sendiri, punya tekniknya sendiri, tapi kita pengen tau nih, kalau Michael,
Mikkel, maaf, catatan lapangan itu bentuknya seperti apa sih? Atau ada nggak format yang harus
diikuti?
00:06:32 Michael HB Raditya
Betul, catatan lapangan akhirnya menjadi sangat penting buat etnografer, karena pada dasarnya,
entahlah, yang saya akhirnya coba pelajari ketika interview Tok, itu apakah bisa disebut
etnografi? Jadi pertanyaan, ketika observasi Tok, apakah disebut etnografi? Nah, padanan
keduanya yang menjadi sumber data kita menjadi sangat utuh, dari sudut pandang etnografi,
antropologi. Dan akhirnya, betul, catatan lapangan menjadi sangat dibutuhkan, karena pada
dasarnya, saya mungkin awalnya dari ini aja mas, prihal wawancara saja, ketika dahulu hanya
pakai recorder, saya tidak bisa mengakomodasi gestur, tertawa, senyum, atau jentikan tangan,
gini tau kita, tapi tangan yang mana? Atau dia melambai dulu sebelum kita ngobrol, dia tersenyum
sebelum kita, dia menjawab pertanyaan yang menjebak, atau sebagainya, gitu. Dan saya pikir,
itu juga menjadi bolong ketika tanya interview, dan catatan lapangan itulah yang menjadi
salah satu cara untuk meng -cover itu. Nah, dari situ akhirnya muncul banyak catatan
00:07:48 Michael HB Raditya
lapangan, yang saya tahu akhirnya dikerjakan, jadi ada catatan lapangan yang bersifat, tadi,
dia bersamaan dengan wawancara, ada catatan lapangan yang dikerjakan ketika mengonservasi,
dan ada catatan lapangan juga ketika ada yang di wawancara tidak mau direkam, atau tidak mau
itu menjadi catatan lapangan, gitu. Nah, tapi catatan lapangan mungkin yang dimaksud sini
adalah catatan lapangan yang terbuat ketika melakukan observasi ya mas, ya. Pada dasarnya,
kalau yang dari, apa, kutahui, yang akhirnya kurasakan, itu menjadi kebutuhan karena pada
dasarnya, itu kayak cara kita untuk menyerap secara indrawi atas apa yang terjadi di sekitar
kita, gitu. Akhirnya, oke, apa yang kita dengar, apa yang kita cium, apa yang kita lihat, apa
yang kita itu kita tuliskan semua. Yang kita tuliskan semua di dalam buku harian kita, gitu.
Tapi itu mungkin abstrak ya. Kalau akhirnya praktiknya adalah, contoh misalkan aku ketika
turun ke lapangan, lalu kebetulan aku kan pakai contoh dangdut, bersama kawan -kawan
00:09:05 Michael HB Raditya
aku pengen membaca tentang relasi mereka, friendship, gitu. Di interview -nya mereka akan
bilang bahwa, ya kami berteman baik, gitu. Tapi ketika aku berkumpul bersama mereka, ngobrol
di angkringan, gitu ya. Ada, tau -tau ada, oh disini gue yang bayarin, atau apa. Itu kan tidak
bisa terbaca. Dan itu yang akhirnya kita bisa lihat sebagai catatan di lapangan. Yang kita
lihat, apa yang dia minum, apa yang dia, komunikasi yang dilakukan seperti apa, yang tidak
akan pernah kita rekam, yang tidak bisa kita rekam, dan itu terjadi begitu saja, gitu.
00:09:38 Tito Ambyo
Tapi, kan banyak sekali itu kan. Kalau kita memang mengobservasi, misalnya ya musisi dangdut
gitu, terus nongkrong sama mereka, itu kan banyak banget yang kita, ya maksudnya kayak guest
tour segala macam itu. Tapi, apa itu yang harus dicatat tuh, untuk biar kita enggak, karena
pecatatan yang terlalu banyak juga mungkin bikin kita bingung, gitu kan. Strateginya gimana?
00:09:59 Michael HB Raditya
Betul. Akhirnya aku juga akan bilang bahwa, aku jadi ingat Malinowski dulu. Malinowski itu
ada satu foto, salah satu foto dia mencatat langsung di depan teman -teman Papua Nugini. Itu
sangat, bisa, itu pro -con lah. Dalam arti pro -contra lah. Tapi sih ini jadi menarik, karena
pada dasarnya, akhirnya timbul dari situ pertanyaan, mencatatnya harus di situ, di tempat,
atau tidak? Pertama. Terus, seberapa banyak harus mencatat? Itu yang akhirnya jadi diskusi
dalam antropologi setauku, dan juga kerja etnografi. Dan setauku ada Simon Kruger juga pernah
menulis, dia menulis tentang, ilustrasi -ilustrasi bahwa, misalnya dia lagi di lapangan,
dia lagi meneliti di bar, musik bar, gitu. Ketika habis ngobrol banyak, dia tidak mau mengganggu
perbincangan, akhirnya dia tidak mau menulis di depannya,
00:10:52 Tito Ambyo
gitu.
00:10:52 Michael HB Raditya
Meninggalkan tradisinya Malinowski. Akhirnya dia, ketika informannya lagi pergi, dia mencatat
sedikit. Mencatat sedikit, mencatat sedikit. Ada juga ilustrasi yang lain, mereka harus
sampai pergi ke toilet, pura -pura ke toilet untuk mencatat, apa saja yang harus diingat. Karena
kan itu ada, nanti kita akan ketemu dengan istilah, ada head notes, ada feel notes, gitu kan.
Nah itu yang akhirnya, tarik ulur ini yang terjadi dalam kerja -kerja enografi, akhirnya yang
aku tangkap, gitu. Lalu ketika pertanyaannya, apakah semua ditulis, gitu. Itu yang menjadi
PR. Kalau ditulis semua kan udah kayak,
00:11:34 Michael HB Raditya
investigasi. Ada perasaan beban juga ya, ketika informan, pada dasarnya, kita harus membuat
informan nyaman, membuat informan merasa dirinya sendiri, dan sebagainya. Ketika kita investigasi
kan juga akan merasa, waduh kok saya diginiin, itu yang akhirnya dikurangi.
00:11:52 Tito Ambyo
Ya. Tadi bilang feel notes sama head notes, apa itu bedanya tuh?
00:11:56 Michael HB Raditya
Feel notes adalah, feel notes adalah sistem kerja, catatan apaan, feel notes akan juga ku,
mungkin ku, ada klasifikasinya juga, turunannya. Tapi head notes adalah, interpretasi pribadi,
subjektif pasti kan. Nama catatan apaan pasti subjektif, gitu. Dia menyerap dan diingat di
kepalanya, gitu. Tapi kan kita tahu bahwa feel notes itu, akhirnya menjadi salah satu, cara
untuk menulis head notes, gitu. Karena pada dasarnya, kemampuan kepala mengingatkan ini,
terbatas, gitu. Tapi yang menarik ternyata, head notes juga dilakukan, dibahas juga dalam
dunia anorplogi setahu ku. Dan salah satu yang paling menarik adalah,
00:12:40 Michael HB Raditya
salah satu yang menggunakan tuh Margaret Mead. Aku suka sekali tulisan -tulisannya tentang
Paul Asuh, gitu. Dia bicara bahwa head notes menjadi sangat penting, karena pada dasarnya,
ternyata dia tidak hanya ketika dia mengingat, gitu ya, dan itu lu hilang. Tapi ternyata ada
akumulasi -akumulasi yang ada di kepalanya, gitu. Dan itu juga di, apa, perkataan head notes
ini sebenarnya muncul dari Simon Rottenberg, gitu. Dia bicara bahwa head notes menjadi penting,
bahkan head notes itu, baginya itu ini, Mas, justru. Lebih berharga ketimbang fill notes.
Karena pada dasarnya, dia bahkan punya, ada gim yang menyebalkan. Dia bilang, fill notes itu
akan menjadi utama ketika sang etnografer meninggal. Karena head notes -nya sudah tidak ada,
kan. Karena pada dasarnya, tadi balik ke Margaret, dia punya akumulasi pengalaman, akhirnya
memahami satu lapangan, ketika dia bolak -balik ke lapangan itu terus, dia menjadi sangat
mengerti. Itu yang membedakan antara satu peneliti dan peneliti lain, akhirnya.
00:13:51 Tito Ambyo
Jadi apakah head notes itu kemudian jadi fill diary, gitu, yang ditulis setelah, setelah observasi?
00:13:57 Michael HB Raditya
Nah, kalau head notes dan fill notes, akhirnya agak beda, karena fill notes itu akhirnya kan
ada, ada, aku mulai dari mana ya? Kalau di tradisi Indonesia biasanya, apalagi kalau di tradisi
yang di Jogja, itu kami mengenal buku kecil dan buku besar. Lebih spesifik lagi, kalau di UGM
sebutnya buku monyet, buku kingkong. Buku monyet itu ketika kita lagi ini, lagi mencatat,
dan itu jotting, brief. Itu memang lebih kecil, lebih kecil, makanya buku monyet dan buku kingkong,
gitu ya. Lebih kecil, bisa kertas saja, notes itu untuk bikin tadi, kode tulisan atau apa. Jadi
memang tidak ansih kita nulis seluruhnya, gitu. Jadi cuma kode -kode tertentu, yang itu akan,
ya di hari, ya di saat itu, jadi respon kita di saat itu. Right now, right here, ya betul.
00:14:57 Tito Ambyo
Ya, oke, jadi buku kecil itu yang kita lagi di luar, ngeliat sesuatu, langsung tulis, atau pura
-pura ke toilet, terus tulis, gitu. Kemudian buku kingkong itu apa?
00:15:06 Michael HB Raditya
Buku, setiap malamnya, se -yogyanya, se -yogyanya, enografer melakukan pencatatan ulang
dari buku monyet itu. Jadi dia nulis ulang. Ternyata ketika aku baca, itu ketika aku komparasi,
memang itu penyederhanaan yang dilakukannya. Tapi ternyata dalam kamus antropologi, field
notes juga di breakdown lagi. Jadi yang kami bilang buku monyet, ternyata dikenal secara para
antropolog, itu scratch notes. Jadi cerita -ceritaan -ceritaan. Terus terlalu banyak lagi
ada field notes proper, gitu. Itu yang akhirnya tadi, lebih chronological.
00:15:47 Tito Ambyo
Lebih rapih.
00:15:49 Michael HB Raditya
Ya, itu yang kayak buku kingkong tadi. Terus ada lagi field notes records. Itu ada ternyata,
dia juga kadang -kadang perlu field notes -field notes dari peneliti sebelumnya yang ada di
situ. Itu akan mengembangkan juga. Terus ada juga tadi, ada field diary dan jurnal. Nah yang
diary dan jurnal, itu menjadi beda. Karena pada dasarnya, dengan field notes, jurnal akan
berisi juga tentang perasaan dia, Mas. Terus terang kan kita melakukan, nggak tahu ya, saya
kalau melakukan etnografi, kadang bahagia, kadang sedih. Kadang frustrasi. Dan penelitian
itu kan kewancara, dan sebagainya. Ditolak narasumber kan itu hal yang biasa. Tapi kan sedihnya
minta ampun.
00:16:38 Tito Ambyo
Nah itu yang menjadi. Berkali -kali ditolak. Berkali -kali saya ditolak.
00:16:45 Michael HB Raditya
Berkali -kali saya ditolak. Cerita ditolak sedikit. Kemarin saya, apalagi penelitian yang
doktoral ini, saya sudah janjian datang ke rumahnya, dia hanya melohok dari jendela, pura
-pura saya tidak melihat, dan nyuruh anaknya bilang, dia tidak ada. Waduh rasanya itu patah
hati sekali. Ya itu yang akhirnya saya catat di Feld Diary.
00:17:04 Tito Ambyo
Jadi ada buku monyet, buku kingkong, kemudian ada jurnal untuk kita bisa lebih terbuka. Kenapa
penting itu untuk menulis perasaan kita?
00:17:14 Michael HB Raditya
Jadi tidak ansih perasaan doang. Saya sedih saya ini, tapi dibarengi dengan cerita, ada konteks
-konteks bahwa saya ditolak dan sebagainya. Contoh itu ya. Atau perasaan ketika sangat sulit.
Ada cerita kawan ketika dia melakukan penelitian di Gayo. Karena dia perempuan, dia sulit
sekali mengakses narasumber -narasumber laki -laki, kalau sendirian, gitu -gitu ya. Nah
dia menuliskannya itu. Dan itu bisa jadi pertemuan metode juga akhirnya. Nah Feld Diary juga
punya kemampuan itu untuk mengakomodasi itu mas.
00:17:47 Tito Ambyo
Dan juga mungkin kalau sepertahuan gue ada juga yang namanya Logging ya. Jadi Log itu beda lagi
ya untuk kita nulis misalnya. Karena kan gue digital ya. Metode itu penting sekali kan. Logging
itu untuk kita nulis seperti hari ini ketemu siapa? Atau si ini punya hubungan dengan siapa?
Itu beda lagi ya.
00:18:07 Michael HB Raditya
Itu akhirnya kalau dalam tradisi antropologi, Enografi itu masuknya ke dalam Fitness proper
mas. Itu dimasukkan juga. Semuanya hubungannya apa gitu.
00:18:19 Tito Ambyo
Dan itu kalau dari praktik Mikkel itu punya bukunya beda -beda juga gitu?
00:18:25 Michael HB Raditya
Beda. Biasa aku dua buku. Yang tadi, Buku Menyaking Kong itu karena tradisi lama yang aku pelajari
gitu. Tapi walaupun formannya jadi beda -beda sekarang. Ada yang isinya kertas doang gitu
-gitu. Itu yang akhirnya juga di Lokal Marinoski ya. Dia punya 12 cilit notebook nya dia. Dari
kertas -kertasnya akhirnya dicilit. Gila aku pikir.
00:18:47 Tito Ambyo
Dan menariknya kalau kita bicara sama Marinoski, kemudian kan setelah dia meninggal, kita
kemudian baca jurnalnya ya. Yang terus kita tahu, oh ternyata yang dia tulis itu beda banget
sama yang dia rasakan. Betul. Jadi sekarang kita mulai tahu lebih mulai sensitif lah terhadap
bahwa ya antropolog itu juga manusia. Itu yang bisa dikira
00:19:10 Michael HB Raditya
berlebihan dalam arti, wah tulisannya bagus. Ternyata manusia semuanya. Mengalami praktik
dan refleksi yang luar biasa.
00:19:17 Tito Ambyo
Dan mungkin Marinoski itu tidak menulis, tidak menggunakan jurnalnya untuk
00:19:24 Tito Ambyo
sebagai dia sebagai antropolog. Mungkin karena memang dulu antropolog dilihatnya lebih
kayak oh tidak boleh, harus objektif gitu kan. Iya betul.
00:19:32 Michael HB Raditya
Itu yang akhirnya dalam rezim kan di kritisi terus ya dalam antropologi. Iya.
00:19:37 Tito Ambyo
Kalau misalnya ini kan tadi kita ngobrol ini buku -buku nih. Seberapa banyak yang kemudian
dari buku -buku ini kemudian masuk ke komputer untuk penulisannya sendiri. Oke.
00:19:52 Michael HB Raditya
Jadi dalam praktikku akhirnya data -dataku semua berasal pertama dari retransipsi. Terus
ada V -notes yang bersamai transipsi. Dalam arti akhirnya biasanya kalau aku ada detik berapa,
menit berapa, akhirnya tema apa, dia punya gesture apa, biasanya aku catat. Terus yang tadi
observasi -observasi itu biasanya juga aku masukkan gitu. Kan akhirnya kita bicara seram
tentang triangulasi, tentang dashboardnya ya. Tentang bagaimana data -data itu diapakan.
00:20:25 Tito Ambyo
Jadi kita bicara fieldwork dan kemudian deskwork gitu ya.
00:20:28 Michael HB Raditya
Kerja di meja. Itu yang akhirnya aku masukkan. Observasi itu ya kita bisa pakai Envivo, bisa
pakai Excel dan sebagainya. Nanti kita masukkan. Dan itu statusnya jadi sama dengan wawancara.
Jadi data -data itu yang kita saling silang, kita triangulasi. Mana yang cocok, bukan mana
yang cocok, mana yang kira -kira bisa apa ya, bukan bisa juga ya. Tapi mungkin punya kemungkinan
menjawab atau justru mengkritisi dari pertanyaan lapangan kita.
00:21:04 Tito Ambyo
Seberapa penting kita punya template untuk Excel atau Envivo itu atau mungkin kan apalagi
kalau kita belum pernah menggunakan metode -metode kualitatif seperti ini. Apakah ada tips
-tips nggak untuk yang baru pertama, untuk biar dari awal mereka udah rapih file management
-nya?
00:21:28 Michael HB Raditya
Itu juga akhirnya saya sadari bahwa saya melakukan dari pertama kali juga tidak seperti itu.
Saya juga terjun ke lapangan aja langsung, gas -gas aja. Kadang juga melakukan penelitian
yang tanpa surat. Mencatat dan sebagainya. Akhirnya itu yang bagiku, itu yang mengakibatkan
banyak peneliti yang dengan cara kerja enografi, penelitiannya jalan, tapi tulisannya nggak.
Tulisannya berhenti karena aku akhirnya mikir apa yang salah akhirnya? Dan ternyata setelah
akhirnya aku baca -baca, lalu
00:22:07 Michael HB Raditya
akhirnya aku pikir ada manajemen data yang harus dilakukan juga sama beratnya antara feedback
dan dashboard. Dan akhirnya kesadaran bahwa apa -apa saja yang akhirnya bisa menjadi data,
itu menjadi penting untuk dilakukan. Akhirnya makanya tadi interview kita sudah selesai,
sudah soal lain -lain, tapi bagaimana melakukan fill notes dan observasi kita catat dan sebagainya
itu menjadi penting. Nanti di fill notes, teman -teman juga bisa lakukan, misalkan turun lapangan,
catat data lapangannya, dan sebagainya, terus fenomenanya, terus konteksnya, semuanya
ditulis, aktivitasnya, interaksinya, gitu -gitu. Itu nanti setelah jadi, itu teman -teman
tinggal misalkan di -convert ke word atau apa, lihat mana yang cocok di -coding, dimasukkan
ke tabel. Jadi kita bikin dari pertanyaan -pertanyaan besar, kita kan misalkan kita punya
tiga pertanyaan besar, misalkan contoh friendship, apa yang akhirnya interaksi -interaksi
apa yang akhirnya terkait dengan friendship. Jadi misalkan aku punya observasi tentang
00:23:17 Michael HB Raditya
si A tadi meneraktif si B. Nah itu masuk. Kita masukkan, kita coding, itu misalkan kita buka
Excel, kita tulis di tabel ini ada nomor, nama, klasifikasi, misalkan klasifikasi kita tulis
friendship, terus interaksinya apa, menitnya jam berapa, jam berapa hari apa, gitu. Nah itu
akan membantu kita memiliki data yang beragam, gitu. Jadi akhirnya peneliti tahu apa yang
bisa ditulis, dan apa yang bisa bisa ditangkap dari lapangan, bukan ditangkap itu salah negatif,
gitu. Tapi diserap dari lapangan dan kita tuliskan. Dan justru juga dengan cara itu, teman
-teman juga disini bisa menulis, kan gaya penulisan etnografi itu beragam sekali. Ada yang
bermula dengan dari interaksi dia dengan informaan. Nah dari banyak observasi yang dilakukan,
kita bisa mulai dengan gaya penulisan -penulisan yang beragam sekali. Salah satunya dari
tadi interaksi saya memulai dengan sore hari gitu.
00:24:16 Tito Ambyo
Bisa puitis -puitis sedikit lah gitu ya. Sedikit. Nyastra.
00:24:22 Tito Ambyo
Dan mungkin itu ya, gue juga tertarik tadi Mikael bilang tuh ya banyak antropolog yang mungkin
salah satunya gue gitu ya, gue suka ngumpulin data, tapi pas harus nulis tuh kayak bingung gitu.
Aduh ini banyak banget nih yang udah, karena tantangannya itu ya sebagai antropolog itu etnografi
itu kan memberi kita banyak banget data dan kemudian pas nulis tuh kayak hampir lupa gitu. Aduh
ini pertanyaannya apa sih yang gue tertarik. Sebanyak apa kita bisa apa ya, improvisasi gitu.
Maksudnya, kan tentunya kalau kita meneliti udah dibayar sama ada sponsor gitu kan ya tentunya
pertanyaannya udah jelas gitu kan. Cuma mungkin kalau misalnya yang baru etnografi mungkin
masih eksperimen -eksperimen gitu ya sebanyak mungkin pertanyaannya adalah apakah ketika
kita melakukan etnografi, apakah kita harus sangat jelas pertanyaan yang mau kita jawab itu
apa atau apakah ada ruang untuk kita juga mengobservasi yang mungkin hal -hal yang tidak ada
hubungannya secara langsung dengan pertanyaan riset kita. Yang
00:25:28 Tito Ambyo
kedua mas
00:25:29 Michael HB Raditya
kalau saya. Kenapa? Karena bisa, kadang -kadang ketika kita punya pertanyaan A itu kan berdasarkan
pembacaan preliminary dan ternyata kayak contoh ini saya ke lapangan waktu itu ke timur, ke
Kupang saya pengen bicara bahwa oke, Popdawan di sana seperti apa? Saya punya hipotesisnya
Popdawan rumusannya seperti ini. Tapi ternyata di lapangan pertanyaan saya akhirnya rumusan
seperti apa yang ditawarkan dari musisi Popdawan ya. Tapi ternyata mereka punya tawaran yang
beragam. Dan itu saya tidak tahu gitu. Dan itu akhirnya mengakibatkan saya, oke harus step
back bentar dan lebih cair gitu. Lebih cair lebih cair gitu tidak lebih terbuka tapi lebih cair
untuk menangkap atau menyerap itu yang gunanya observasi dan tatan lapangan itu. Itu yang
akhirnya kulihat dalam arti bisa sangat luas gitu. Tapi aku pengen ini juga mas, ada yang tadi
terlewat bahwa catatan lapangan ini menjadi sangat menarik itu momen kita dengan diri kita
sendiri. Cuman kita biasa menulis sendiri gitu kan. Tadi lapangan tadi
00:26:50 Michael HB Raditya
bikin jotting -jotting gitu tapi di malam -malamnya atau hari apa kita nulis semua. Itu penuh
refleksi gitu. Itu tentu. Dari data, dari konteks tapi juga ada analisisnya gitu. Itu benar
-benar bagiku bahkan dari catatan lapangan kita juga justru bisa menemukan hal -hal yang baru.
Itu yang kupikir catatan lapangan menjadi sangat mewah. Sangat mewah bagiku untuk kerja -kerja
etnografi. Tanpa catatan lapangan kupikir, aduh gimana ya? Bingung juga.
00:27:22 Tito Ambyo
Dan kalau masalah pengarsipan itu masih punya nggak catatan lapangan dari penelitian -penelitian
yang dulu -dulu itu? Ada. Di Indonesia. Tapi penting nggak itu untuk kita arsipin?
00:27:37 Michael HB Raditya
Aku penting sih mas. Aku penting karena pada dasarnya ketika kita aku jujur setiap suka membuka
catatan lapangan yang lama gitu. Apa yang sudah aku lakukan. Dan ternyata itu membuatku sadar,
oh ini ada yang keliru, ada yang ini. Dan mengembangkan. Itu poin pertama. Poin kedua adalah
ketika kita kembali dan kita mau meneliti hal yang sama, kita jadi punya pandangan yang lebih
beragam. Seperti yang tadi dibilang Margaret Mead. Dia, catatan lapangan itu juga menariknya
gini mas. Dia salah satu cara untuk membalikan kita pada memori ketika kita melakukan observasi.
Karena kadang -kadang kita nulis memang. Tapi kadang -kadang lucunya ketika kita membaca
catatan lapangan lagi, itu total ada memori, kenangan ketika itu. Oh ini kayak gini -gini jalannya.
Itu langsung dicatat juga sangat menarik. Saya sangat menikmati proses kesendirian. Kesendirian
dalam catatan lapangan itu mas.
00:28:39 Tito Ambyo
Dan mungkin memang jadi berguna untuk kalau misalnya kita jadi peneliti, 10 tahun kemudian
kita baca catatan yang dulu itu jadi kayak bahan lagi. Betul. Jadi bahan lagi. Iya. Soal teknologi
nih, kan sekarang itu kita udah punya smartphone, kamera, segala macam. Atau bahkan 360 camera
gitu kan. Bisa lihat 360 derajat. Gimana nih dinamismenya antara menggunakan teknologi perekam
dengan catatan lapangan yang kita menggunakan tangan nulis sendiri?
00:29:13 Michael HB Raditya
Oke. Jujur aku juga menggunakan. Karena pada dasarnya gak semua bisa ditulis. Gak semua bisa
dicatat foto. Apalagi tradisi foto ketika misalnya studi nya di Indonesia, tradisi foto menjadi
tradisi yang sangat sering dilakukan dalam arti itu kayak harus dilakukan. Jadi foto dan sebagainya
itu saya lakukan. Tapi pada akhirnya saya menggunakan itu sebagai penunjang saja. Penunjang
saja dari catatan lapangan saya yang tadi sebelumnya buku kingkong atau apapun gitu. Film
notes yang proper gitu. Itu jadi penunjang saja dalam arti saya tetap memberikan konteks gitu.
Memberikan konteks, memberikan catatan -catatan dari ketika saya bikin tulisan yang lebih
panjang tentang itu. Saya tetap memberikan catatan -catatan terkait dengan apa yang ada di
gambar, apa yang ada di video. Atau saya juga kadang -kadang sering ketika di lapangan melihat
observasi tertentu, saya pakai voice note sendiri gitu. Nanti saya dengar lagi, saya tulis
lagi gitu. Dan itu tidak bisa terbantahkan karena itu kan teknologi
00:30:20 Michael HB Raditya
memang dasarnya memudahkan buat apa dihindari dan kupikir itu justru menjadi siasat yang
baik untuk melakukan kerja -kerja lapangan lebih langkus dan sangkil.
00:30:34 Tito Ambyo
Tapi mungkin kita mikirnya juga harus seperti itu ya. Kayak ada buku monyet dan buku gingkong.
Mungkin kita pakai menggunakan kamera juga kan. Kadang -kadang kamera itu cuma untuk biar
inget nih kayak gimana gitu kan. Nah itu kayak buku monyet. Tapi kadang -kadang juga kamera
itu bisa digunakan untuk kita bisa bercerita yang lebih dalam lagi, memberi pengetahuan yang
lebih dalam lagi dengan menggunakan teknologi kamera yang kemudian bahkan muncul di penelitian
akhir kita gitu ya. Jadi masih sama metodenya adalah kadang -kadang kita menggunakan teknologi
cuma untuk observasi atau kadang -kadang untuk ya melakukan sesuatu yang lebih mendalam lagi.
Betul. Teknologi adalah
00:31:16 Michael HB Raditya
alatnya. Yang pasti kan kita harus tahu pemahamannya dalam arti itu untuk pencatatan. Itu
yang bagiku semua hal kupikir bisa dilakukan. Terus aku bukunya Roger Sanjak itu juga menarik
banget dia tentang apa? The Makings of Anthropology gitu. Dia bicara tentang apakah kita,
dia sambil ada juga pertanyaan apakah kita tetap melakukan observasi ketika kita tidak di
tempat? Itu pertanyaan -pertanyaan yang filosofis yang bagiku benar juga ya. Tadi sebenarnya
yang aku bicara tentang Headnotes dan sebagainya itu juga ada beberapa di bagian buku itu dan
kupikir itu pertanyaan -pertanyaan yang muncul yang reflektif dan akhirnya aku sadari bahwa
ternyata peneliti itu berhak melakukan kritik untuk
00:32:00 Tito Ambyo
metodenya sendiri. Untuk catatan lapangan sendiri itu ya kita bisalah baca referensi -referensi
tentang catatan lapangan itu seperti apa. Tapi kalau misalnya kemudian kita ke lapangan terus,
oh kayaknya gak cocok nih. Kayak dulu yang kita bicarakan Malinowski dengan atau bahkan Margaret
Mead karena ada foto -foto terkenalnya yang dia menulis di depan orang. Sekarang udah gak kayak
ini ya, kayak gak dilihat terlalu kuno gitu ya. Kalau kita mencatat di depan orang gitu kan.
00:32:27 Michael HB Raditya
Dan setelah Reginal Anthropology setelahnya mempertanyakan mencatat depan orang efeknya
apa. Nah itu kan jadi pertanyaan -pertanyaan terus di dunia antropologi yang membuatnya sangat
berkembang hingga hari ini gitu.
00:32:43 Tito Ambyo
Dan ya kupikir itu sih. Dan ini tentunya ini bisa jadi bahan pengajaran 1 -2 semester tentang
catatan lapangan.
00:32:53 Michael HB Raditya
Seharusnya iya mas, tapi gak tau di kamus jadi satu jadi satu pertemuan doang gitu kan.
00:32:59 Tito Ambyo
Iya kan? Ya dan mungkin itu apa ya, sekarang kan universitas itu kayak ada mata kuliah, metode
penelitian kualitatif, oke etnografi 1 minggu gitu kan. Bayangin gak sih mas, itu dimana tuh?
Bahkan kita ngobrolin ini baru awal -awalnya banget masih banyak banget yang bisa kita bicarain
gitu kan. Jadi mungkin ini cuman awal aja kita bicarain. Kalau misalnya mungkin ada yang mau
tanya -tanya segala macam mereka bisa tanya kita. Tapi sebelum kita berhenti ngobrol nih,
ada gak tips -tips untuk yang baru mulai etnografi untuk memulai catatan lapangan yang baik
dan benar itu seperti apa?
00:33:37 Michael HB Raditya
Oke. Saya mulai dari yang pertama dulu mas. Tipsnya adalah, saya pakai tips yang guru saya ajarkan
pada saya. Namanya Lono Simatupang, dia bilang bahwa etnografi itu seni mendengar. Itu yang
akhirnya membuat saya dia bilang, ini bukan kecakapan kita bertanya, tapi kecakapan kita
mendengar dan menangkap dan merespon balik dari apa yang diungkapkan. Nah itu yang akhirnya
menjadi mungkin tips buat teman -teman bahwa, oke teman -teman datanglah, pergilah. Sekarang
ke lapangan. Iya, sekarang juga. Sekarang juga ke lapangan. Jangan dengerin podcast terus
ya. Boleh juga kalau dengerinnya ini. Turun ke lapangan, ngobrol. Dengarlah. Mendengarlah.
Dan untuk catatan lapangannya, gunakan indrawimu untuk menyerap apa yang terjadi di sekeliling.
Itu sih. Dalam arti, aku akan mengembalikan tipsnya adalah ke diri kita. Dan itu tidak sulit
dilakukan. Itu bisa dilakukan oleh semua orang. Mendengar.
00:34:44 Tito Ambyo
Itu sih mas. Dan itu sebenarnya, untuk kita bisa mendengar dengan baik, perlu pengalaman.
Betul. Itu bisa setengah jam lagi kita ngobrol.
00:34:54 Michael HB Raditya
Itu betul.
00:34:57 Tito Ambyo
Mendengar itu pengalaman. Dan juga mendengar yang tidak dikatakan. Kalau etnografi itu kan
juga mendengar gestur. Betul. Mungkin mendengar apa misalnya kita ngobrol sama orang, terus
mendengar ada yang di dapur lagi ngobrol, oh itu kita dengerin juga ya. Itu banyak banget.
00:35:16 Michael HB Raditya
Itulah. Dia harus menjelaskan. Dia harus menggali membongkar apa yang sebenarnya terjadi
sekeliling dan mendalam. Dan membongkar itu. Itu yang bisa kita dapatkan dari mendengar.
Itu, baru mendengar. Teman -teman kita nanti meneliti entah itu bersponsor atau tidak. Itu
kan biasanya disuruh untuk bikin laporan atau apapun. Itu tidak masalah. Dalam arti, itu justru
membantu. Membantunya seperti apa? Karena dalam dunia antropologi ternyata membuat letters.
Jadi sebenarnya letters dalam itu. Itu justru membuat kita melatih dan melatih merefleksikan
dari apa yang terjadi di lapangan. Kita tidak mungkin menulis sponsor atau menulis ke orang
tua kita atau apapun. Panjang lebar ya. Tapi sari -sarinya. Itu kan menjadi metode yang menarik
juga. Menyarikan. Itu penting juga ternyata. Jadi satu kesatuan yang terjadi di lapangan
itu sudah utuh. Dan ketika kita coba telitikan satu -satu, ternyata itu punya relasi satu sama
lain. Jadi tidak ada soal untuk bikin laporan dan sebagainya. Itu justru memberikan
00:36:33 Michael HB Raditya
kita kesempatan untuk merefleksikan. Mencari inti sarinya apa. Karena kita kan misalnya
menulis ke orang tua atau apa. Pasti bicaranya atau ke pacar bilangnya oke ini penitahnya aman
nih. Ternyata friendship disini begini. Pasti ada gini -gini kan. Itu kan proses refleksi
yang panjang. Itu juga penting juga. Dengan arti
00:36:59 Michael HB Raditya
kesatuan itulah yang aku pengen bilang bahwa ternyata itu punya kaitan satu dengan yang lain
dan dinikmati saja dalam kerja lapangan itu. Melelahkan, tapi itu
00:37:13 Tito Ambyo
worth it lah.
00:37:17 Tito Ambyo
Terima kasih banyak. Dan ya mungkin itu dulu aja dan pasti banyak lagi yang bisa kita obrolin
di masa depan.
00:37:32 Tito Ambyo
Terima kasih telah mendengarkan percakapan kami dengan Michael H .B. Raditya atau Mikkel
tentang catatan lapangan dalam etnografi. Dari diskusi hari ini ada beberapa pelajaran berharga
yang bisa kita bawa. Pertama, etnografi dimulai dari keberanian untuk mendengar. Seperti
yang diajarkan oleh Guru Michael, Dr. Lono Simatupang, etnografi adalah seni mendengar.
Bukan hanya apa yang dikatakan, tapi juga melihat gestur keheningan dan dinamika sosial yang
sering tidak terucap. Kedua, catatan lapangan bukan sekadar dokumentasi, tapi juga alat
untuk refleksi. Melalui pencatatan ulang setiap malam misalnya, kita tidak hanya mengorganisir
data, tapi juga memproses pengalaman dan menemukan pola -pola yang tidak kita sadari ketika
kita ada di lapangan. Ketiga, tidak ada sistem pencatatan yang sempurna untuk semua situasi.
Dari buku monyet untuk penulisan cepat hingga field diary untuk refleksi personal, setiap
jenis catatan memiliki fungsinya masing -masing dalam membangun pemahaman yang utuh, atau
00:38:40 Tito Ambyo
seutuh mungkin, minimal. Keempat, teknologi adalah alat bantu, bukan pengganti interaksi
antar manusia. Voice notes, foto, dan video misalnya membantu melengkapi catatan kita, tapi
konteks dan refleksi tetap perlu ditulis dengan tangan. Dan yang terakhir, metodologi bukanlah
dogma yang tidak bisa diubah. Setiap lapangan memberikan tantangan unik yang membutuhkan
adaptasi yang kreatif. Seperti telah kita bahas dalam episode sebelumnya dengan Amrina Roshada,
kita bisa mempelajari dan menekuni jejak -jejak etnografer sebelumnya. Tapi dari jejak -jejak
tersebut, kita juga bisa mengembangkan pendekatan yang lebih sesuai dengan konteks dan kepribadian
kita. Jadi kalau kamu masih ragu untuk memulai etnografi karena mungkin merasa tidak siap,
ingatlah bahwa setiap etnografer berpengalaman pernah mengalami hari pertama yang menakutkan
seperti yang dialami oleh Mikkel. Yang penting adalah mulai mendengar, mulai mencatat, dan
mulai belajar dari pengalaman. Seperti pesan Mikkel, jangan hanya mendengarkan
00:39:49 Tito Ambyo
podcast, tapi turunlah ke lapangan sekarang juga. Terima kasih kepada Michael Haberaditya
yang telah berbagi pengalaman dan kebijakan dengan sangat terbuka dan praktis. Dan terima
kasih sekali lagi untuk keluarga jaringan etnografi terbuka, terutama Anissa Beta, Ben Hagerty,
Fikri Haidar, Annie Pujiutami, dan juga Rosie Clines untuk komposisi musik dan Rugun Sirait
untuk editing. Dan juga terima kasih untuk Anda sebagai pendengar. Jangan lupa berlangganan
dan bagikan episode ini kepada teman -teman yang tertarik mempelajari etnografi. Saya Tito
Ambyo, ini podcast jaringan etnografi terbuka dan ingatlah bahwa etnografi bukan hanya seni
menulis dan seni memperhatikan seperti yang sudah kita bahas dalam episode sebelumnya, tapi
juga merupakan seni mendengar. Jadi terima kasih sudah mendengarkan, sampai jumpa di episode
selanjutnya.
